ANTARA KOMERSIALISME DENGAN INTELEKTUALISME DALAM NOVEL GETARAN RINDU BETWEEN COMMER(JAL/SME AND INTELLEUUALISME AS PORTRAYED IN GETARAN RINDU NOVEL
Main Article Content
Abstract
Kesusasteraan Melayu menawarkan suatu hubungan yang harmonis antara pengkarya, karya dan khalayak. Dalam tradisi penghasilan karya sastera, penelitian terhadap struktur luaran dan dalaman sesebuah karya amat dititikberatkan dalam mewajahkan pengkelasan karya tersebut sama ada berbentuk prosa atau puisi. Sehubungan itu, genre novel seringkali ditanggap sebagai sebuah karya besar yang harus memuatkan saluran ilmu dan maklumat yang berguna; bukan sekadar menyampaikan cerita dan menampilkan helaian ketebalan kertas yang kadang-kadang memperlekehkan pembaca. Dalam erti kata lain, tugas pengarang novel amat besar peranannya dalam mewajahkan kesusasteraan tanahair sekaligus mencorakkan keperibadian masyarakat pembaca. Kewujudan novel-novel Melayu di pasaran bukan sekadar memenuhi ruang rak buku atau menyaingi lambakan karya pop Barat dan juga bukan sekadar mematuhi kehendak penerbit yang mementingkan habuan keuntungan berlipat ganda atau menyogok selera pembaca membaca hal-hal yang remeh temeh. Tetapi, tugas pengarang dan mengarang merupakan amanah berat yang harus dipikul oleh setiap manusia yang bergelar "penulis" sebagai sumbangan yang bermanfaat untuk pembentukan pemetaan kesusasteraan Melayu tanahair sepanjang zaman. Di samping mewujudkan pertalian manusia dengan manusia (habl min al-Nas) dan manusia dengan Allah SWT (habl min Allah) sebagai jaringan dalam menyempurnakan tanggungjawab dan amanah sebagai "penulis" untuk mendidik manusia ke arah kebaikan di muka bumi ini. Justeru, makalah ini merungkai nilai komersialisme dengan nilai intelektualisme yang seharusnya menjadi garis panduan pengarang sebelum dikategorikan sebagai "novel popular", "sastera popular" atau "penulis popular". Dalam konteks ini, novel "Getaran Rindu" karya Norzailina Nordin digunakan sebagai paksi penganalisiannya.
The Malay literature offers a harmonious relation between writers, their writings and the audience. In the tradition of literary production, a thorough scrutiny on the external and internal structures of the composition is heavily emphasized in depicting the writing either in the form of poetry or prose. Thus, the novel genre is often perceived as a voluminous composition that should comprise channels of useful knowledge and information; and not just deliver a story and display the bulkiness of the papers that sometimes belittles the reader. In other words, a novelist plays a significant role in depicting the local literature and simultaneously in shaping the identity of the reading community. The presence of Malay novels in the market is not only to fill up the shelves or to compete with the abundant Western pop writings, and it is also not only to meet the need of the publisher who places importance on profits or who feed the readers with trivial issues. The task of a writer and writing is a heavy responsibility that has to be shouldered by every writer as a valuable contribution to the formation of the Malay literature. Furthermore, forms a relation between men and between men and Allah SWT as the net in fulfilling responsibilities and trust as the writer in educating human beings towards the goodness in this world. Thus, this article unravels the values of commercialism and intellectualism that should have become the guidance for the writers before being categorized as the popular novel, popular literature or popular writer. In this context, the novel Getaran Rindu by Norzailina Nordin is used in the analysis.